Resensi Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Karya Haji Abdul Malik karim Amrullah (Hamka)
“Pergantungan
jiwaku, Zainuddin. Ke mana langit tempatku bernaung setelah engkau hilang
dariku, Zainuddin. Apakah artinya hidup ini bagiku kalau engkau pun telah
memupus namaku dari hatimu”.
Begitulah kiranya petikan kata yang terucap oleh Hayati, dalam novel bertajuk Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang telah mafhum aku baca. Novel yang menurutku lumayan bagus dari segi cerita dan tokohnya.
Walau ditulis
beberapa puluh tahun silam, namun cerita dari novel ini dapat menggambarkan keadaan kehidupan
manusia zaman sekarang. Aku jadi bersemangat untuk langsung meresensi novel ini
dengan gaya bahasaku sendiri, menurutku sendiri dan pendapatku sendiri tentang
novel ini.
Oh iya,
novel yang akan aku resensi ini ialah revitalisasi dari buku yang berjudul sama
terbitan Bulan Bintang cetakan ke 32 tahun 2014. Cetakan berikutnya diterbitkan
oleh Gema Insani. Kenapa aku memberikan informasi ini di awal sebab, novel ini
telah dicetak puluhan kali dari tahun pertamanya terbit. Jadi banyak gubahan
dari segi penulisan kata sehingga sesuai EYD sehingga beberapa novel tiap cetakan
mungkin berbeda.
Resensi Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”
Identitas Buku
Judul
|
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
|
Pengarang
|
Haji Abdul Malik Karim Amrullah
(Hamka)
|
Genre
|
Romantis, Sejarah
|
Penerbit
|
Gema Insani
|
Tanggal Rilis/Cetakan Pertama
|
Tahun 1938
|
Tahun Terbit
|
2017 (cetakan pertama oleh Gema Insani)
|
Tempat Terbit
|
Jakarta
|
Jumlah Halaman
|
256 Halaman
|
ISBN
|
978-602-250-416-0
|
Sinopsis Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Zainuddin ialah
pemuda berdarah campuran Minang dan Bugis. Ayahnya berasal dari Batipuh sebuah
desa di Padang Panjang Sumbar. Sementara ibunya asli orang Makasar Sulawesi
Selatan. Pertemuan orang tua Zainuddin bermula ketika Ayahnya diasingkan dari
tempat asalnya, Batipuh. Ayahnya kemudian menetap di Makasar dan memperistri
ibunya Zainuddin.
Pemuda 20
tahun tersebut amat menderita, di Makasar ia dianggap orang asing. Ayah ibunya
pun telah meninggal sejak dirinya masih kecil sehingga ia diasuh oleh mamak
angkatnya, Mak base. Timbul keinginan dari diri Zainuddin untuk pergi ke tanah
asal ayahnya dengan pengharapan bahwa hidupnya akan lebih baik.
Ia berharap
jika keluarga di Batipuh dapat menerima dirinya dengan sambutan bahagia. Dia pun
mantap pergi, setelah meminta meminta izin kepada mak angkatnya.
Malang nasib pemuda itu, walau ia telah sampai di kampung halaman ayahnya, namun ia malah mendapat sambutan yang kurang baik. Dia dianggap orang asing, tidak beradat, asal usulnya tidak jelas dan sebagainya. ia pun kecewa dan hampir putus asa menjalani hidupnya.
Malang nasib pemuda itu, walau ia telah sampai di kampung halaman ayahnya, namun ia malah mendapat sambutan yang kurang baik. Dia dianggap orang asing, tidak beradat, asal usulnya tidak jelas dan sebagainya. ia pun kecewa dan hampir putus asa menjalani hidupnya.
Ia menjadi
anak yang terbuang. Namun keputus asaan nya sirna setelah ia bertemu seorang
gadis cantik bernama Hayati, seorang bangsawan, beradat dan berlembaga. Ketidak
nyamanan hidupnya di kampung sang ayah sedikit terobati setelah berkenalan
dengan Hayati.
Mereka pun saling jatuh cinta dalam keikhlasan dan kesucian jiwa. Cinta mereka tumbuh semakin
kuat, hari demi hari. Namun, timbul larangan dari ninik-mamak Hayati yang tidak
setuju hubungan asmara dua insan tersebut. Zainuddin dianggap tidak pantas
berhubungan dengan Hayati. Ninik mamak Hayati menganggap Zainuddin sebagai pemuda
yang tidak beradat, melarat, dan tidak berlembaga.
Zainuddin
kemudian diusir dari kampung Batipuh oleh ninik mamak Hayati, kini Zainuddin
tinggal di kota Padang Panjang. Hayati mengukir janji bahwa akan setia kepada
Zainuddun sebelum dia pergi ke Padang Panjang, namun Hayati mengingkarinya. Ia malah
menikah dengan Aziz, seorang pemuda minang keturunan terhormat, beradat dan
berlembaga serta kaya. Namun sifat dari Aziz tidaklah mencerminkan sosok
bangsawan yang terhormat dan berdudi luhur.
Mendengar pernikahan
Hayati, remuklah hati Zainuddin. Ia putus asa dan hampir bunuh diri karena
patah hati tersebut. Untuk mengobati luka hatinya, ia pergi ke tanah jawa untuk
melupakan Hayati. Pergilah Zainuddin dengan sabatnya ke tanah Jawa.
Di tanah
Jawa, Zainuddin mencurahkan segenap luka di hatinya melalui tulisan yang
ternyata mendapat apresiasi yang luar biasa. Kini Zainuddin terkenal sebagai
penulis yang masyur di tanah jawa. Kini dirinya menjadi orang yang bergelimang
harta.
Pada saat
itulah ia bertemu kembali dengan Hayati, orang yang masih dicintainya itu.
Hayati pergi mengikuti suaminya yang bekerja di tanah jawa. Lambat laun, perlakuan
Azis kepadanya Hayati istrinya amatlah buruk. Ia menderita bersuami Aziz, kini ia menyesal
meninggalkan Zainuddin.
Singkat cerita,
Aziz ialah orang yang tidak berbudi, dia gemar berjudi dan main perempuan. Karena
kelakuan nya itu ia bangkrut, ia miskin dan rumah pun telah disita. Tanpa rasa
malu, Aziz meminta tolong kepada Zainuddin untuk menolong nya. Ia meminta
diperbolehkan menumpang di rumah Zainuddin. Aziz kemudian meminta maaf tentang
segala kesalahan nya di masa lalu.
Aziz kini bertaubat,
kini dirinya berada di jalan yang benar. Aziz memutuskan untuk pergi dari rumah
Zainuddin untuk mencari pekerjaan namun tidak dengan Hayati. Setelah pergi
meninggalkan Hayati ia mengirim surat bahwa ia menceraikan Hayati. Ia sadar
bahwa ia telah merebut Hayati dari Zainuddin. Setelah mengirim surat,
dikabarkan Aziz telah bunuh diri di sebuah hotel. Kini Hayati menjadi janda.
Hayati kemudian
meminta untuk menjadi istri Zainuddin atas permintaan dari Aziz. Sebenarnya
Zainuddin amat bahagia, namun ia teringat akan janji yang telah di ingkari
Hayati, rasa patah hatinya dulu. Ia pun menolak pemintaan Hayati walau hatinya
enggan melakukan itu.
Disuruhlah Hayati
untuk pulang ke kampung halaman nya di Batipuh. Hayati pun pergi, ia menaiki
kapal Van Der Wijk. Tidak diduga ternyata kapal yang ditumpanginya tersebut
tenggelam tanpa sebab, Hayati pun menjadi korban nya. Hayati meninggal.
Zainuddin
sedih bukan main, kini sinar kehidupan nya telah sirna. Ia meratapi keputusan
yang telah ia buat, kesalahan kerena menolak dan menyuruh Hayati pergi. Kini hanya
ada penesalalan dalam diri Zainuddin.
Kisah selanjutnya
ialah, Zainuddin tertimpa sakit kerena kehilangan orang yang dicintainya. Ia pun meninggal
karena sebab tersebut. Dikuburkan lah mayat Zainuddin didekat Hayati, orang
yang disukainya. Kisah cinta mereka berakhir tragis.
Kelebihan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Novel dengan
tajuk Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini memiliki sejumlah kelebihan menurut
ku. Pertama ialah penulis menggambarkan keadaaan tanah Minang dengan begitu
jelas. Penulis menggambarkan bagaimana kehidupan mayarakat dan adat di Padang
Panjang dengan detail.
Kedua ialah keindahan
kesusastra an sangat terlihat karena penulis banyak menggunakan majas dan perumpamaan
untuk menggambarkan latar tempat dan suasana dalam cerita ini. ketiga ialah
cerita ini dapat menjadi inspirasi bagi kita kaum laki-laki untuk bejuang
meraih impian.
Kekurangan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Kekurangan novel
ini ialah bahasa yang digunakan membingungkan karena tidak menggunakan bahasa Indonesia yang kurang sesuai EYD. Bagi kalian mungkin butuh waktu
untuk memahami baris demi baris cerita novel ini. Selain itu, banyak kata-kata yang
tidak aku mengerti, hal ini sebab aku bukanlah orang Minang. Mungkin jika di
berikan penjelasan di bawah cerita, lain lagi. Namun tidak sama sekali, tidak
ada penjelasan apa arti kata asing tersebut.
Penggambaran
watak tokoh nya juga terkesan sadis-sadis. Kita bisa melihat bahwa Zainuddin
yang tidak diterima dan dianggap orang asing dan ia diusir dari Desa Batipuh. Selain
itu jelas tergambar jika adat Minang lebih mementingkan harta, tahta dan
keturunan. Hal ini seperti semua orang di daerah tersebut seperti itu, padahal
mungkin tidak.
Kesimpulan
Dengan membaca
novel ini, aku menjadi terinspirasi untuk lebih giat berusaha agar tidak
disepelekan orang. Aku tidak mau seperti
Zainuddin yang pupus harapan nya karena faktor kekayaan, dianggap melarat dan
bodoh. Dari novel ini aku juga mendapat banyak pengetahuan baru terutama kata-kata
yang jarang aku dengar kini aku tahu maknanya.
0 Response to "Resensi Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Karya Haji Abdul Malik karim Amrullah (Hamka)"
Post a Comment